Self criticism
atau kritik diri adalah suatu metode untuk mengkritik suatu karya/objek milik
sendiri dan dikritik oleh diri kita sendiri. Biasanya pada kritik diri ini
adalah kita mempunyai perspektif berbeda di dalam otak dan pikiran kita.
Biasanya kritik ini akan membuat kita berfikir dalam 2 sudut pandang pribadi
yaitu pemikiran positive yang biasanya berisi tentang hal hal yang harus
diperbaiki, sedangkan pada pemikiran negative kita biasanya akan berfikir bahwa
ada ketakutan yang berujung pada perbaikan dari ketakutan itu.
Biasanya dalam kritik diri ini
memiliki komposisi dari beberapa kegiatan, yaitu :
·
Pengayaan/Penyaringan (Labour of Shifting)
·
Penggabungan (Labour of Combining)
·
Penyusunan (Labour of Constructing)
·
Penghapusan (Labour of Expunging)
·
Pembetulan (Labour of Correcting)
·
Pengujian (Labour of Testing)
Menurut
saya, dalam beberapa kegiatan ini, terdapat alur yaitu, penganalisisan dan
penyaringan dari hasil perancangan. Lalu digabung menjadi satu apa saja yang
menjadi permasalahan. Disusun bagian mana saja yang menjadi awal masalah yang
lebih terdahulu di perbaiki sampai yang paling akhir. Dalam kritik ini, pasti
ada penghapusan apa saja yang memang menjadi masalah, selain dihapus juga pun
ada yang perlu di perbaiki. Setelah semua sudah selesai, lalu hasil itu diuji
lagi untuk dicari kembali penganalisisan dan penyaringan masalah lain.
Contoh kritik
diri :
Objek : Tugas besar Studio Perancangan 4. (18 Office Park)
Fungsi Bangunan : Kantor Sewa
Oleh : Atika Melvi Shara
Bangunan ini
merupakan kantor sewa. Pada proses perancangan, terdapat beberapa kritik yang
saya alami. Yaitu:
Kantor biasanya berbentuk kaku dan terkesan membosankan. Maka dibuatlah kantor sewa dengan bentukan dinamis serta terdapat ruang terbuka di beberapa lantai. Gunanya adalah agar ketika pekerjaan kantor dirasa begitu melelahkan, para pekerja dapat sejenak mengambil udara segar untuk melanjutkan kembali aktifitas mereka. Selain itu bias juga dijadikan sebagai tempat berkumpul ketika jam jam istirahat.
Beberapa hal
lagi yang terjadi adalah permainan kaca. Awalnya, ketika membuat perancangan,
saya membuat full kaca. Ternyata ada beberapa perasaan bahwa ketakutan akan
terkesan membosankan dan terkesan tidak menarik bagi beberapa perusahaan untuk
menyewa kantor di kantor sewa yang saya rancang. Maka beberapa bagian kaca saya
biarkan menjadi tembok dan saya buat zig zag agar terkesan dinamis.
Ada lagi kritik
diri dalam proses perancangan ini, bagian landscape bangunan pada bagian depan.
Saya berniat hanya untuk memberikan taman begitu saja. Tanpa berfikir bahwa
akan ada akses untuk pejalan kaki ke dalam bangunan. Oleh karena saya berfikir
harus ada pedestrian untuk pejalan kaki, maka saya menjadikan bagian landscape
depan sebagai akses pedestrian dari pejalan kaki yang dihiasi dengan air mancur
dan juga taman bunga.
Sumber :
Atika Melvi Shara, Studio Perancangan
Arsitektur 4: Rental Office. 2016